aku yang hanya ingin belajar,, terus belajar dari apa yang terjadi dalam kehidupanku. hanya satu yang kuharap setelah Ridha Illahi, yaitu senyum orang tuaku.

Kamis, 02 Agustus 2012

Belajar atau Mengajar? Siapa Takut!


Dewasa ini, kata "belajar" bisa menjadi kata yang paling menakutkan bagi anak-anak usia sekolah atau bahkan dewasa sekalipun. Dari sejak pertama masuk ke dunia sekolah, anak-anak sudah mulai dituntut untuk belajar membaca, menulis, menggambar, menghitung, dan lain sebagainya. Mereka yang mampu melakukan itu semua dengan pandangan Bagus "dari" gurunya akan mendapatkan nilai Bagus pula, sedang hal sebaliknya ditimpakan pada mereka yang tidak dapat melakukannya dengan Bagus.
Adapun kedepannya, semakin lama mereka belajar, semakin perasaan mereka dituntut untuk melakukan hal-hal diatas dengan Bagus. Secara tidak sadar mereka menjadikannya kompetisi untuk menentukan bahwa 'Saya' adalah yang paling Bagus, 'Saya' mampu melakukan semua yang diperintahkan dengan Bagus. Kompetisi yang awalnya dianggap pertanda baik bagi mereka, kenyataan sekarang adalah sebaliknya, mereka berlomba untuk mendapatkan pengakuan bahwa 'Saya' adalah yang paling Bagus. Kompetisi yang seharusnya dapat meningkatkan semangat belajar, malah berdampak sebaliknya, mereka semangat hanya ketika pada saat-saat tertentu saja. Kompetisi yang seharusnya menjadikan mereka mampu berdiri dengan kakinya sendiri, malah membuat mereka harus terus bergantung pada sebuah tali/tongkat yang harus menopangnya untuk berdiri.
Sekedar mengingatkan kembali, pernah mendengar sebuah keterangan yang menyebutkan bahwa "Kewajiban untuk menuntut ilmu (belajar) adalah dari saat kita lahir hingga kita menghembuskan nafas yang terakhir.". dari keterangan diatas, bisa kita lihat, bahwa proses belajar bukanlah sebuah kompetensi untuk menentukan siapa yang bisa dan siapa yang tidak bisa. Melainkan adalah proses menuntut ilmu dalam arti terus mempelajari lebih dalam ilmu yang kita senangi dan  mempelajari semua ilmu yang kita perlukan. Setiap orang pasti memiliki ilmu yang mereka senangi, sadar atau tidak sadar ternyata tidak semua guru melihat hal tersebut. Bahkan tidak jarang ilmu yang awalnya seseorang senangi, menjadi ilmu yang paling dibenci hanya karena proses mempelajari ilmu yang tidak sesuai dengan karakter anak.
Setiap anak memiliki caranya sendiri untuk memahami sesuatu, begitu pula dalam proses belajar-mengajar. Pintar, cerdas, kreativ adalah kata-kata yang sering didengar oleh hampir setiap pelajar, dan merekapun sadar bahwa mereka harus menjadi pintar, cerdas, kreativ. Tapi, banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah seorang yang pintar, cerdas, dan kreativ sejak sebelum dirinya masuk ke dalam pendidikan formal, tapi perlahan, kemampuan tersebut dikikis oleh lingkungan belajar-mengajar. Kenapa bisa? Karena tidak sedikit pengajar yang sering mendoktrin anak didikannya sebagai seorang yang “bodoh” dalam pelajarannya, hanya karena mereka (yang dikatakan ‘bodoh’) tidak pernah mendapat nilai yang bagus. Lantas siapa yang salah?
Disini tidak mencari siapa yang salah atau siapa yang benar, hanya saja, kita perlu menyadari bahwa kenyamanan saat belajar-mengajar adalah hal yang paling diinginkan untuk setiap pelajar. Belajar dengan senang hati, belajar dengan tanpa ada beban dan rasa takut, juga belajar dengan mampu mengungkapkan apa yang pelajar inginkan. Mereka yang masih anak-anak masih ingin masa bermain mereka tidak hilang karena alasan belajar. Mereka yang masih remaja masih ingin setiap yang mereka lakukan adalah hal yang memiliki kesan positif untuk dirinya. Mereka yang beranjak dewasapun masih ingin melakukan hal baru dengan suasana  yang baru dengan orang-orang tertentu dan tentunya setiap orang termasuk diri saya sendiri paling tidak suka jika terdapat pandangan yang berbeda dengan apa yang kita yakini. Dari sini biasanya terjadi penyimpangan dalam mempelajari hal. Dari sini biasanya penyimpangan untuk melakukan hal baru cenderung ke arah yang negativ karena kurangnya bimbingan atau bahkan bimbingan yang tidak sampai kepada karakter seseorang. Yang akhirnya terdapat perbedaan pandangan dan cara berfikir sehingga satu sama lain hanya mempertahankan apa yang mereka anggap benar menurut pandangannya.
Kita semua pernah membaca bahwa kita harus mendalami ilmu yang kita senangi juga harus mempelajari semua ilmu yang kita perlukan. Artinya kita memiliki pandangan terhadap sesuatu, orang lainpun pasti memiliki pandangan terhadap hal tersebut. Jika pendapat kita dibantah sudah pasti kita akan mempertahankan apa yang kita yakini. Tapi, jika kita mendapat dukungan dari orang luar, tentunya kita akan menganggap bahwa dirinya juga adalah bagian dari pemikiran kita. Lalu bagaimana kita bertukar pendapat agar kita tahu pendapat mana yang lebih baik?
Kita bisa mulai dari pandangan mereka, tentang hal  yang mereka yakini. Ambil hal-hal positif dari yang mereka yakini, lalu berikan beberapa opsi atau pilihan yang tetunya secara naluri mereka akan memilih pilihan yang lebih baik. Selipkan pandangan kita dalam opsi tersebut, dan jangan katakan bahwa pandangan kita adalah opsi paling baik. Biarkan mereka memilih sesuai dengan karakter yang mereka miliki, sehingga mereka bisa menerima setiap nasihat dan nilai negativ dari apa yang mereka yakini. Cara ini tidak akan selalu berhasil, bahkan kita harus melakukannya berulang-ulang (mungkin 10x, atau 100x atau bahkan 1000x) sampai dia sadar dengan apa yang kita katakan.
Oh iya, terimakasih telah membaca artikel sederhana ini. Semoga bermanfaat.
Dan penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan ini, atau terdapat hal yang menyinggung pembaca.
Sebagai kata penutup saya ingin mengutip sebuah ketrangan:
“Belajar yang PALING EFEKTIF adalah dengan Mengajar.”

Tidak ada komentar: